Inisiatif Program Perbaikan Perikanan (Fisheries Improvement Project – FIP) Tuna Handline AP2HI bersama Mitra Strategis di Sulawesi Utara
Sesuai dengan visi AP2HI, yaitu sebagai pelopor utama pembangunan perikanan tuna melalui pendekatan ekosistem untuk usaha kerakyatan perikanan berkelanjutan. Salah satu misinya yaitu menjembatani sistem perikanan hulu-hilir bagi produk huhate (Pole and Line – PL) dan pancing ulur (Handline – HL) berdasarkan prinsip-prinsip ketelusuran (traceability) yang tertuang dalam FIP. AP2HI dan mitra strategis (IPNLF: International Pole-and-line Foundation) telah melaksanakan kegiatan-kegiatan terkait FIP selama kurang lebih 5 tahun terakhir. Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat kegiatan-kegiatan perbaikan perikanan HL yang saat ini sedang dijalankan.
Perikanan Berkelanjutan (Sustainable Fisheries) adalah konsep penangkapan ikan yang dilakukan secara berkelanjutan, dimana ketersediaan ikan (stok) tersedia secara lestari, habitatnya terjaga dan manajemen pengelolaan perikanannya dikelola dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir yang hidupnya bergantung pada perikanan. Terkait dengan hal tersebut, AP2HI dan mitra dalam menjalankan program FIP menggunakan standar Marine Stewardship Council (MSC) Fisheries yang terdiri dari 3 prinsip utama dan indikator kinerjanya, yaitu,
Prinsip 1: Stok ikan yang berkelanjutan (Sustainable Fish Stocks)
Prinsip 2: Mengurangi dampak kepada lingkungan (Minimising Environmental Impact)
Prinsip 3: Pengelolaan Perikanan yang Efektif (Effective Fisheries Management)
Namun, apabila ketiga prinsip tersebut dan nilai indikator kinerjanya masih belum mencapai nilai yang disyaratkan, maka diperlukan program FIP untuk menjalankan kegiatan perbaikan guna meningkatkan nilai dari indikator kinerjanya. Dalam pelaksanaan program FIP ini diperlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. AP2HI dan mitra (IPNLF) mendapatkan dukungan dari sektor pemerintah yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) – Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (Dit. PSDI), serta pemerintah daerah. Dukungan dari sektor organisasi non-pemerintah (Yayasan Masyarakat Dan Perikanan Indonesia – MDPI, Sustainable Fisheries Partnership – SFP, dan LINI Foundation), sektor swasta (perusahaan penangkapan, perusahaan unit pengolahan ikan yang merupakan anggota AP2HI), serta dari sektor akademia (Pusriskan, BRSDM Perikanan, universitas lokal daerah).
Salah satu kategori perbaikan perikanan yang dilaksanakan adalah paket lengkap pemantauan (Monitoring) kapal perikanan, dalam hal ini kapal HL yang berada di Sulawesi Utara, Bitung di area Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 dan WPP 716.
Kota Bitung merupakan salah satu pusat pendaratan sektor perikanan tuna terbesar di Indonesia. Salah satu produk perikanan tuna yang utama adalah jenis ikan cakalang (skipjack) dan ikan tuna madidihang (yellowfin), yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap, salah satunya adalah pancing ulur (Handline). Kapal HL di Bitung memiliki karakteristik yang terdiri dari Kapal Induk dan Pakura (kapal kecil bermesin 10-20 PK yang digunakan nelayan untuk berkeliling memancing ikan tuna). Jumlah pakura yang dibawa tergantung ukuran kapal, apabila ukuran kapal 10-20 GT, biasanya pakura yang dibawa berjumlah 3-7 buah. Ikan target utamanya adalah ikan yellowfin, dengan beberapa ikan tangkapan sampingan lainnya, yaitu tenggiri, mahi-mahi, setuhuk, dan lainnya.
Gambar 1. Contoh kapal pancing ulur/handline (kapal induk dan pakura)
Perikanan HL dengan target utamanya ikan yellowfin di Bitung menjadi salah satu perikanan yang akan masuk ke dalam sertifikasi MSC. Perusahaan anggota yang ikut dalam proses kali ini adalah PT. Nutrindo Fresfood Internasional, PT. Marina Nusantara Selaras, PT. Chen Woo Fishery, PT. Sari Tuna Makmur. Perusahaan-perusahaan ini, dengan difasilitasi oleh AP2HI, berinisiatif untuk melaksanakan paket lengkap Monitoring terhadap kapal HL milik sendiri dan juga pemasoknya. Kegiatan paket lengkap Monitoring ini berupa,
1. Pemantauan interaksi dengan ETP dengan menggunakan Time Lapse Camera (TLC)
Gambar 2. Pemasangan TLC di kapal Handline
Pemasangan TLC pada kapal HL menjadi salah satu cara untuk memantau interaksi kapal (dan isinya) terhadap hewan ETP (Endangered, Threaten, Protected) dan memantau aktivitas nelayan diatas kapal. Pemasangan TLC cukup efektif karena penempatan Pemantau di atas kapal (Observer On Board) diatas kapal ini tidak selamanya memungkinkan, mengingat ukurannya yang beragam. Namun, TLC juga memiliki kekurangan, yaitu terbatasnya sudut pandang dari alat tersebut (Gambar 2). Dari hasil pemantauan dengan menggunakan TLC, tidak ditemukannya ETP yang tertangkap dengan alat tangkap ini.
2. Pemantauan kegiatan di kapal dengan menggunakan Observer On Board
Gambar 3. Aktivitas Observer On Board sedang mengukur berat yellowfin
Observer On Board adalah program KKP yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk mendukung program tersebut, dimana sejalan dengan program sertifikasi MSC, AP2HI turut mengambil bagian untuk ditempatkan di kapal HL yang berukuran lebih besar (sekitar 14-30 GT), yang bekerja sama dengan perusahaan anggota AP2HI. Adapun standar protokol yang digunakan untuk Observer naik ke kapal HL ini adalah hasil pengembangan berkolaborasi antara AP2HI, IPNLF, MDPI, Dit. PSDI dan Pusriskan. Dengan adanya Observer On Board ini diharapkan data produksi maupun komposisi ikan, serta interaksi dengan ETP bisa terlihat jelas dan lebih akurat, dan mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Untuk perannya yang seperti itu, tentu ada kekurangannya, yaitu mengeluarkan biaya lebih besar untuk membayar observer.
3. Pemantauan pergerakan kapal dengan menggunakan Vessel Tracking Device
Pemantauan dengan menggunakan Vessel Tracking Device untuk melihat pergerakan kapal. Pergerakan kapal yang sesuai dengan ijin yang dimiliki menjadi dasar kapal tersebut patuh pada peraturan. Pemasangan alat ini juga memiliki keuntungan lainnya, yaitu sebagai alert system saat di tengah laut, tapi tergantung spesifikasi alatnya.
Gambar 4. Pemasangan alat tracking kapal
4. Pemantauan komposisi ikan yang tertangkap dengan metode Port Sampling
Kegiatan port sampling ini dibantu oleh Enumerator yang sudah dilatih oleh AP2HI dan mitra dengan menggunakan standar protokol port sampling yang dikembangkan berkolaborasi antara KKP, MDPI, AP2HI dan IPNLF. Hasil yang didapatkan dari kegiatan ini adalah data hasil produksi ikan yang didaratkan dan jenis komposisi ikan tangkapan. Data dan informasi ini dapat digunakan sebagai verifikasi data dari anggota dan menjadi masukan kepada KKP dalam penyusunan rencana pengelolaan tuna di Indonesia.
Gambar 5. Kegiatan port sampling (ukur berat ikan)
Dari paket lengkap Monitoring tersebut akan saling memverifikasi satu dan lainnya sehingga data yang dimiliki lebih akurat dan dapat dijadikan dasar (baseline) untuk perbaikan selanjutnya.