AP2HI Raih Sertifikat MSC

Aktivitas memancing Nelayan Pole and Line. (Sumber: AP2HI-UNDP GMC Project, 2019)
(26/1) Jakarta. Setelah berjuang selama 7 tahun, akhirnya Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) berhasil meraih sertifikat Marine Stewardship Council (MSC) Fisheries
Bersertifikat MSC artinya perikanan tersebut harus menunjukan stok ikan yang sehat, meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan memiliki pengelolaan yang efektif.
Keberhasilan sertifikasi ini menunjukkan capaian membanggakan bagi Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) dan mitra eratnya International Pole and Line Foundation (IPNLF) sebagai inisiator awal yang mendorong perikanan berkelanjutan, terutama perikanan tuna sirip kuning dan cakalang skala kecil yang bernaung pada sertifikasi ini.

Salah satu produk perikanan yang akan dijual sebagai produk MSC. (Sumber: AP2HI-UNDP GMC Project, 2019)
“Bekerja bersama menuju perikanan yang berkelanjutan sudah menjadi komitmen kami sejak tahun 2012. Sertifikasi asosiasi merupakan sebuah sinergi antara industri secara kolektif dengan dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah daerah, perusahaan, IPNLF dan pemangku kepentingan lainnya—yang memberikan nilai tambah pada pengelolaan stok cakalang dan tuna sirip kuning yang berkelanjutan. Walaupun 2020 diwarnai dengan pandemi yang juga berdampak pada bisnis tuna di Indonesia, sertifikasi ini menjadi awal baru. Kami yakin sertifikasi ini mendorong anggota asosiasi perikanan lainnya untuk terus mengembangkan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan tertelusur.” Ujar Janti Djuari, Ketua AP2HI.
Dengan adanya sertifikasi ini, perikanan skala kecil dan industri yang bekerja sama diharapkan dapat eksis dalam jangka panjang. Dalam pencapaiannya, AP2HI bekerja bersama IPNLF dalam menjalankan Proyek Perbaikan Perikanan (Fisheries Improvement Project) sehingga perikanan tuna di Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan.
60% dari 11,000 ton volume yang tersertifikasi merupakan tuna sirip kuning yang didistribusikan sebagai loin, poke (diucapkan poh-keh) dan saku, sedangkan cakalang yang bersertifikat akan dijual sebagai produk beku dan kaleng ke pasar ekspor.
Sertifikasi tersebut melibatkan delapan perikanan, terdiri dari 380 kapal penangkap ikan—yang tersebar di beberapa lokasi di Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara hingga ke Laut Banda, dan Flores Timur dan Barat.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini mengatakan bahwa sertifikasi ini juga berfungsi untuk memantau agar penangkapan ikan tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik. Perikanan ini telah memenuhi delapan tujuan, dan harus melanjutkan komitmen ini selama kurun waktu lima tahun untuk mempertahankan sertifikatnya terkait dengan stok dan manajemen.
“Tentu saja dukungan seluruh stakeholder terkait terhadap perikanan tuna skala kecil menjadi hal yang sangat penting dalam mendorong percepatan proses menuju keberlanjutan perikanan. Indonesia bangga saat ini memiliki perikanan ketiga yang memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi”, imbuh Zaini
Penilaian dilakukan oleh penilai independen, NSF International, diikuti dengan penilaian terperinci dan konsultasi para pihak oleh Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC)—badan yang bertanggung jawab atas 60% tangkapan tuna dunia, juga pemerintah Pusat dan Provinsi.
Pada 2018, AP2HI dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT-KKP) telah menandatangani Perjanjian Kerjasama. Perjanjian tersebut berisi kesepahaman tentang bagaimana industri dan pemerintah akan saling bekerja sama untuk melakukan perbaikan perikanan, khususnya perikanan tuna dan cakalang dengan alat tangkap Pole and Line dan Handline. Bersama-sama, melalui perjanjian ini, KKP dan AP2HI bekerja untuk memastikan ketersediaan tuna yang berkelanjutan, mengurangi dampak terhadap lingkungan dan mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Trian Yunanda juga mengatakan bahwa Indonesia telah berhasil menunjukan komitmennya terhadap penangkapan tuna yang berkelanjutan pada dunia.
“Indonesia sekarang boleh berbangga sebab kita sudah memiliki perikanan ketiga yang telah berhasil memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi” Ungkap Trian.

Kapal Pole and Line anggota AP2HI. (Sumber: AP2HI-UNDP GMC Project, 2019)
Senada dengan Trian, Abrizal Ang, Vice President Operation PT. Samudra Mandiri Sentosa, sekaligus Perwakilan dari perusahaan Pole and Line, juga mengatakan bahwa sertifikasi ini adalah pembuktian ilmiah terhadap perikanan tradisional Indonesia yang harus diketahui dunia.
“Praktek perikanan yang berkelanjutan dan telah dilakukan secara turun temurun akhirnya mendapat pengakuan dunia dan kami berharap dengan sertifikasi ini, nelayan-nelayan tradisional Indonesia semakin sejahtera serta produk perikanan yang ramah lingkungan akan terus menjadi pilihan utama bagi semua orang” Terangnya.
Hartono Tjandrason Direktur Utama PT. Nutrindo Fresfood Internasional, perwakilan dari perusahaan handline menyatakan bahwa Sertifikasi MSC fishery merupakan perwujudan dari pengakuan dunia bahwa Indonesia mengimplementasikan pemanfaatan sumber daya alam dengan cara yang ramah lingkungan, dalam hal ini, mempraktekan perikanan yg berkelanjutan.
“Harapan kami, ini tidak akan hanya berakhir di pengakuan saja, namun hasil perikanan kita juga lebih dihargai sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan-nelayan Indonesia” Ungkap Hartono
Jeremy Crawford, Direktur IPNLF Asia Tenggara juga mengatakan bahwa IPNLF senang menjadi bagian dari proses penting pembangunan nilai dalam rantai pasok tuna one-by-one lokal. Dengan dukungan KKP, IPNLF telah mampu merealisasikan peningkatan yang signifikan dalam operasi perikanan, tata kelola, dan dalam mengamankan mata pencaharian. Anggota IPNLF dan mitra rantai pasok, seperti AP2HI, memainkan peran berharga dalam memastikan pilar keberlanjutan – manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi – agar tetap berada di garis depan operasi kami. Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa komunitas yang rentan ini dapat mempertahankan akses ke keamanan pangan dan kesejahteraan ekonomi dalam jangka Panjang.